klik

Pages

Thursday, July 2, 2015

SEPI

Memang
Angin menderu tak berarti badai.
Tanyakan saja pada alam,
dimana kita?
Seandainya dipantai
Pastilah angin kan menderu,
karena angin menggesek laut luas dan ombak ada.
Hingar bingar ombak dipantai menjadi hal yang lumrah,
Jika tentram dan diam maka dihutan lah kita.
Tuhan, aku dimana?
Ketika aku sepi dalam keramaian.

Wednesday, July 1, 2015

Rindu Tak Bertuan Tanpa Jilid

Rindu tak bertuan tanpa jilid. Pohon itu kian berbuah lebat dan besar, segar dipandang apalagi dipetik lalu dimakan. Begitu lingkungan ku kini. Hidup diantara kesegaran pepohonan yang kian tak terbatas. Hutan? bukan hutan, ini hanya perkebunan warga. Sungguh mulia hati seorang petani dimana proses mereka selalu dihadapkan dengan alam, lalu hasil taninya selalu dihaadapkan dengan manusia. ribuan bahkan jutaan manusia yang menikmatinya. Mungkin itulah sisi kehidupan para petani yang harus dijadikan teladan. pergi pagi dengan sepatu boat, baju yang cenderung kumal serta caping untuk menutupi sinar langsung matahari ketubuhnya. Ada apa dibalik semangat pak tani itu?
Mukmin, begitu namanya. Seorang pribumi kelahiran Pattani, Thailand sekitar 29 tahun silam. Kami berkenalan ketika pertama bertemu di masjid yang ada didekat rumah dinas tempat saya tinggal. Ketika itu kedatangan saya mengundang perhatian semua warga sekitar. Hukum alam memang, jika ada sesuatu yang baru pastilah akan akan menjadi titik perhatian, dan wajahku adalah wajah baru. Wajah khas Indonesia yang pas pasan namun cenderung agak keren dan kece kekinian. Mungkin ia kasihan ketika melihatku kebingungan ditengah bahasa yang tak senada dengan Indonesia. Dengan perlahan dia mengajak kuberbincang menggunakan bahasa melayu. Sebagian besar penduduk asli Pattani bisa berbahasa melayu karena letak perbatasan dengan Malaysia.
Ohhhh bukan itu yang ingin ku ceritakan, bukan asalnya, bukan bahasanya akan tetapi Satu kata darinya. yaitu Semangat. Ku ketahui beberapa hari belakangan  ia adalah seorang petani karet dan juga tentunya petani berbagai macam buah buahan. Istrinya adalah seorang rekan guru di sekolah tempatku mengajar. Ia bercerita perjuangannya untuk mendapatkan istrinya tidaklah mudah mengingat tradisi yang ada di thailand ini semakin tinggi tingkat pendidikan seorang perempuan, semakin tinggi pula biaya pernikhan yang diminta (mahar). Istrinya adalah seorang Strata 1 atau (BA). Namun dia berkata, apalah daya ketika hati sudah memilih, membelah lautan demi menyusuri jejak sang Ayah seorang gadis akan dilakukan. Singkat cerita ia menikah dengan istrinya kini.
"Bulan berganti bulan, tahunpun kini berganti tahun, hidup kami semakin bahagia" Benar saja setiap hari kulihat mereka berboncengan sepulang dan pergi istrinya kesekolah. "Setiap hari saya ke hutan, kadang letih, lemas (ketika puasa) dan panas tentunya, tapi semuanya berbeda ketika saya sudah menikah, semua itu tidak terasa, karena setiap hari saya merasa ada yang menunggu saya pulang kerumah, jadi semangatnya berkali kali lipat yang saya dapatkan, dek". 
"Sudah punya calon istri?" Sontak pertanyaan itu ditujukan kepada saya, sambil tersenyum saya tidak menjawab pertanyaannya. Saya hanya diam dan tersenyum meskipun pertanyaannya telah ia lakukan berulang ulang. "saya tau pasti sudah ada, sepulang dari Thailand, menikahlah, tidak ada yang perlu kau takutkan. Dulu duit saya habis untuk meminang saja, setelah menikah ada ada saja rejeki" kembali saya hanya tersenyum mendengar wejangan lelaki muda ini. Ketika kamu rindu dengannya, sekarang kamu akan tersiksa, karena tak ada tempat untukmu menaruh kerinduan itu. Namun ketika kau telah menikah, kerinduanmu akan terbalaskan, karena rindumu kian bertuan
Serasa dicambuk, selama ini beberapa tulisan yang kubuat dengan judul Rindu Tak Tertuan. Mungkin secara bahasa ingin ku kaji mengingat kata "TUAN" memang berasal dari kata dalam bahasa melayu. Akan tetapi mengapa kata kata itu muncul seakan dia tau apa yang ada dalam pikiran lawan bicaranya. barangali benar rinduku sekarang memang tak bertuan. Semua ini masih tentangnya, Tuhan. Ampuni hamba telah membocorkan rahasia hati antara aku dan Kau. 
Kini dia juga tidak tampak didepan mata, menghitung hari, ini adalah hari ketiga dalam hitungan manual. Entah sudah berapa Ton kerinduan yang terkandung. Milea, kau terbuat dari apa sih? apa iya terbuat dari segenap rindu yang kini belum waktunya ku jamah? Atau masih ada terbuat dari segumpal harapan untuk peranku nanti? Selamat siang Milea. :-)

 

Blogger news